Sabtu, 19 Oktober 2013
Askep Trauma Tumpul Pada Mata

“ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA TUMPUL PADA MATA”
GADAR II

Disusun Oleh :
1.
Rizky
D.C. Rahayu (10620373)
2.
Rois (10620374)
3.
Siti
Arifah (10620375)
4.
Vaniaji
Satria (10620377)
5.
Wahyu
Antoro (10620378)
6.
Wisnu
Dwi W. (10620379)
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN S1
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
KADIRI
2013
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan salah satu
indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Walaupun
mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak,
dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga
orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi teknik dan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan
bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan
di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian,
yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi
akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti
panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab
kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada
mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan
trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae,
konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma
mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
|
Bentuk kelainan pada mata yang
terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan ringan saja sampai
kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda
tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh
trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang
dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan
fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi,
masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari
struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan
fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis
trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke
arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun
indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada
trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu
sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma tumpul pada mata?
1.3 Tujuan
1.3..1 Tujuan
umum
Untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma tumpul pada mata.
1.3..2 Tujuan
khusus
1. Untuk
mengetahui definisi trauma tumpul pada mata
2. Untuk
mengetahui etiologi trauma tumpul pada mata
3. Untuk
mengetahui patifisiologi trauma tumpul pada mata
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis trauma tumpul pada mata
5. Untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang trauma tumpul pada mata
6. Untuk
mengetahui penatalaksanaan trauma tumpul pada mata
7. Untuk
mengetahui konsep asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi
Mahasiswa
Mahasiswa mampu
mempelajari dan memahami tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata.
1.4.2 Bagi
Masyarakat
Mampu memahami tentang asuhan
keperawatan trauma tumpul pada mata, sehingga bisa melakukan pencegahan.
1.4.3 Bagi
Institusi
Mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada publik tentang pengobatan, dan memberikan penyuluhan
tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Struktur wajah
dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata terdapat di
dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang kuat. Kelopak
mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata
bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun
demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat
cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.
Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi
penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan
mata.
Trauma tumpul okuli
adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak
keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau
daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya
terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olahraga. Biasanya
benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak,
bola tenis meja, shuttlecock dan lain
sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter
coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah
horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola
mata akan diteruskan sampai dengan makula.
2.2 Etiologi
Penyebab
dari trauma ini adalah :
1.
|
Trauma
tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul,
keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2.
Benturan atau ledakan dimana terjadi
pemadatan udara
2.3 Patofisiologi
Trauma
tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris,
akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata
depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang
mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema
dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi
ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan
terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga
menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai
dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti,
oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan
diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.
2.4 Manifestasi Klinis
a. Rongga
Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang
membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b. Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak
(lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada
palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c. Konjungtiva
: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Robekan
pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala
yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d. Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh
banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi,
laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang
sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
e. Iris atau
badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior,
yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot
rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat
perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus
sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata
depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik
jika trauma mengenai iris.
f. Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena
trauma akan terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
g. Korpus
vitreus : perdarahan korpus vitreus.
h. Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan
sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter
1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea
terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik
jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina,
fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio)
sehingga menimbulkan kebutaan
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan
Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
b. Slit lamp :
untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c. Tes
fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
d. Tonometri : untuk mengetahui tekakan
bola mata.
e. Pemeriksaan
fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya
benda asing intraokuler.
f. Tes Seidel :
untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan
cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit
lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna
strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g. Pemeriksaan
CT - Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
h. Electroretinography
(ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
i.
Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan
penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea,
vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
j.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji
nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
k. Pengkajian
dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragik.
l.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada
trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas
Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma
asam atau basa.
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu
terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu
berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan
obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap
cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang
serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema
dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri
dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema
dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode
selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea ,
diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap
air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang
dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa
lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau
vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang
tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari
insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera
makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi
tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi
hemosiderin.
Penanganan
hifema, yaitu :
1.
Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari )
sampai hifema diserap.
2.
Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan
diberi bebat tekan.
3.
Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi
koagulasi.
4.
Kenaikan TIO diobati dengan
penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).
5.
Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5
hari.
6.
Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang
7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari
bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak
terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
8.
Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.
9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari
atau lebih 50 mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi
dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik
dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. Anastesi
lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata
atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari benda asing.
14. pengeluaran
benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. Salep mata
antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1. Identitas
pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia), pekerjaan (tukang las,pegawai
pabrik obat,dll),jenis kelamin (kejadian banyak pada laki-laki).
2. Keluhan utama
Klien dapat
mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata.
3. Riwayat
penyakit sebelumnya
Riwayat
penyakit yang mungkin diderita klien
seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh,
riwayat hipertensi.
4. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu
dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik,
tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
5. Riwayat psikososial
Pada umumnya
klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan
akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin
kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
6. Pemeriksaan fisik
1) B1(Breath)
Pada sistem
ini tidak didapatkan kelainan jika perdarahan tidak menyumbat jalan nafas.
2) B2 (Blood)
Tidak ada
gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan darah dikarenakan pasien
takut dan cemas.
3) B3 (Brain)
|
Pasien
merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO (tekanan intra orbital).
4) B4 (Bladder)
Kebutuhan
eliminasi dalam batas normal.
5) B5 (Bowel)
Tidak
ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6) B6 (Bone)
Ekstremitas
atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
7)
Pemeriksaan khusus pada mata :
a)
Visus (menurun atau tidak ada),
b)
Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya
sebagian pergerakan bolam mata)
c)
Konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya
nekrosis)
d)
Kornea ( adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis
pada kornea)
3.2
Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor
nyeri sekunder terhadap trauma tumpul.
2. Resiko terjadi komplikasi dan
perdarahan ulang berhubungan dengan patologi vaskuler okuler.
3. Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman penglihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit.
3.3
Intervensi
1. Diagnosa
1:
Nyeri
akut berhubungan dengan terpajannya reseptor
nyeri sekunder terhadap trauma tumpul.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa
nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mendemonstrasikan pengetahuan pengontrolan
nyeri
b. Pasien mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur
yang tidak terganggu
c. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri
ringan (1-3)
Intervensi:
a) Kaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan dari terapi
yang diberikan.
b) Gunakan tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis
analgetik
Rasional : Membantu
dalam pemberian dosis yang sesuai
c) Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Relaksasi
dapat mengurangi tingkat nyeri
d) Pertahankan tirah baring dengan posisi tegak atau
posisi kepala 60º
Rasional : Mengurangi tekanan pada TIO sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
e) Lakukan bebat mata pada bagian yang sakit
Rasional : Mengurangi rasa nyeri dan agar dapat mengurangi rasa
nyeri.
f) Kolabirasi pemberian sedasi untuk meminimalkan
aktivitas
Rasional : Dengan
aktivitas berkurang sehingga nyeri juga dapat berkurang
g) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik
dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Diagnosa
2:
Resiko
terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi
vaskuler okuler.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi perdarahan ulang.
Kriteria Hasil:
a. Perdarahan utama segera
berhenti dan dapat diserap kembali
b. Jumlah darah dalam kamera okuli anterior tidak
bertambah
c. Tidak terjadi obstruksi pada jaringan trabekular
Intervensi:
a) Kaji jumlah perdarahan pada
okuli anterior
Rasional : Mengetahui seberapa banyak perdarahan dan mengantisipasi kekurangan
HB.
b) Mata diperiksa untuk melihat adanya
perdarahan sekunder dan kenaikan TIO
Rasional : Memudahkan melakukakan intervensi lanjut dan mengontrol peningkatan
TIO
c) Pertahankan tirah baring dan
pemberian sedasi untuk minimal aktivitas.
Rasional : Tirah baring dapat mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan
nyeri dan kenaikan TIO.
d) Berikan balut tekan pada mata
yang sakit dan lakukan penggantian balutan.
Rasional : Berikan balut tekan pada mata yang sakit dan lakukan penggantian balutan.
e) Beri koagulansia dan
antibiotika.
Rasional : Antibiotik dapat mengurangi resiko infeksi pada luka.
f) Berikan anhidrase karbonat
(asetasolamide) untuk atasi kenaikan TIO.
Rasional : Asetosalamide
dapat menurunkan kenaikan TIO.
3. Diagnosa
3:
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu beradaptasi
dengan perubahan.
Kriteria Hasil :
a.
Pasien menerima
dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
b.
Menggunakan
penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
a)
Perkenalkan
pasien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional : Dengan memperkenalkan lingkungan disekitar, dapat memudahkan klien
dalam beraktifitas dan mengurangi injuri.
b)
Beritahu pasien
untuk mengoptimalkan alat indera yang lain
Rasinal : Mengurangi kerja indra yang sedang mengalami luka
atau perdarahan.
c)
Kunjungi dengan
sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas.
Rasional : Adanya kunjungan yang sering kebutuhan klien dapat terpenuhi dan
ansietas klien dapat berkurang atau hilang karena klien merasa terlindungi.
d)
Libatkan orang
terdekat dalam perawatan dan aktivitas.
Rasional : Klien merasa diperhatikan oleh keluarga klien sehingga klien jadi
merasa aman.
e)
Kurangi bising
dan berikan istirahat yang seimbang.
Rasional : Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat
proses penyembuhan.
4. Diagnosa
4:
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman
penglihatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif
untuk mengurangi ansietas
b. Pasien mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a) Kaji tingkat ansietas pasien
Rasional : Mengetahui tingkat ansietas klien dan mempermudahkan untuk
melakukan intervensi selanjutnya.
b) Diskusikan metode penanganan ansietas
Rasional : Dengan diskusi dapat di ketahui metode apa yang cocok untuk
menangani ansietas.
c) Dorong mengungkapkan ansietas
Rasional : Dengan mengungkapkan ansietas perawat dapat menyebabkan ansietas.
d) Pertahankan limgkungan yang tenang
Rasional : Lingkungan
yang tenang dapat mengurangi stres.
e) Berikan dukungan emosional
Rasional : Dengan dukungan dari keluarga perasaan klie
bisa jadi lebih tenang.
f) Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam
jarak yang dapat dijangkau
Rasional : Memudahkan mengambil barang-barang agar tidak
terjadi injuri karena penurunan ketajaman penglihatan.
g) Pastikan bahwa bantuan terhadap aktivitas sehari-hari
akan ada
Rasional : Dengan adanya bantuan maka klien tidak terlalu
banyak melakukan aktivitas.
h) Bantu atau ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam,
meditasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa sakit
dan ansietas dapat berkurang.

PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata.
Pasien Dengan
Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan
sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia. Trauma Tumpul, misalnya: terpukul,
kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat,
ketapel.
Tanda
subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun dan
tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus
menurun, (3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes
fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli
yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian
di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
4.2
Saran
4.2.1 Bagi
Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa
mampu mempelajari dan memahami tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada
mata.
4.2.2 Bagi
Masyarakat
Diharapkan mampu
memahami tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata, sehingga bisa
melakukan pencegahan.
4.2.3 Bagi
Institusi
|
DAFTAR PUSTAKA
Asbury T, Sanitato JJ.
2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum
edisi 14. Editor Vaughan
Carpenito, L.J. 2007. Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
DG, Asbury T,
Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika
Doengoes, Marylin E., 2000, Nursing Care Plans. USA
Philadelphia: F.A Davis Company
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan
Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Tucker, Susan Martin et
al. 2003. Standar Perawatan Pasien :
proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk.
Ed. 6. Jakarta : Egc
Semoga Bermanfaat........!!!
Langganan:
Postingan (Atom)